top of page

Ketika Suara Desa Menjadi Cerita

  • tamaraanisa4
  • 1 hari yang lalu
  • 4 menit membaca

Diperbarui: 11 jam yang lalu


Pengumuman pemenang lomba menulis di Desa Batilap saat perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia
Pengumuman pemenang lomba menulis di Desa Batilap saat perayaan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia

Pada Juli 2025, Proyek REDD+ Gerbang Barito, Kalimantan Tengah, menggelar lomba menulis bertajuk “Akar dan Kata”. Lomba ini bertujuan membuka ruang partisipasi yang inklusif bagi masyarakat, sekaligus menjaring potensi lokal dalam mendokumentasikan pengalaman hidup, pengetahuan adat,

dan hubungan mereka dengan alam.


Selama satu bulan penuh, peserta dari dua desa di area proyek, Batilap dan Batampang, mengirimkan karya tulis mereka. Usia mereka beragam, dari remaja hingga orang dewasa. Dari Desa Batilap sendiri, ada 13 peserta yang berkompetisi. Ramona Sari (15) muncul sebagai pemenang pertama, mengalahkan 12 peserta lainnya dari desanya.


Pemenang diumumkan pada 17 Agustus 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Di tengah riuh lomba rakyat dan pengibaran bendera, nama Ramona disebut sebagai juara. Dengan karya yang penuh imajinasi sekaligus kepedulian lingkungan, ia membawa pulang hadiah sebesar Rp1.000.000. Namun, lebih dari sekadar hadiah, kemenangan ini membuka jalan bagi mimpinya untuk terus menulis tentang lingkungan dan desanya.


Perjalanan ke Sekolah dengan Klotok

Keseharian Ramona sarat dengan kisah unik. Untuk sampai ke sekolah, ia harus menyeberangi sungai dengan klotok, perahu kayu bermesin yang menjadi sarana transportasi utama masyarakat Desa Batilap.


“Kadang enam orang naik satu klotok, jadi kayak nebeng bareng,” katanya sambil tertawa. Ombak sungai, hujan deras, atau mesin klotok yang mogok sudah menjadi bagian dari keseharian Ramona.


ree

Apa yang bagi sebagian orang mungkin melelahkan, justru ia nikmati sebagai bagian dari perjalanan hidup. Sungai, hutan, dan kampung menjadi lanskap yang bukan sekadar latar, melainkan ruang tumbuh yang terus menyalakan inspirasinya.


Kecintaan pada Menulis Sejak Kecil

Minat Ramona pada menulis tumbuh sejak ia duduk di bangku sekolah dasar. Ia pernah mengikuti lomba menulis puisi di Buntok, meski saat itu belum berhasil menang. Alih-alih patah semangat, pengalaman itu menjadi batu loncatan.


Ramona pernah mencoba lomba menulis puisi di Buntok, meski saat itu kalah. "Tapi aku tetap ingin menulis," kenangnya singkat.


Dua cerpen yang ia simpan di buku tulis sekolah menjadi saksi kegigihannya, Negeri Fruit Veg  dan Pelangi Nusantara. Cerita pertama menampilkan buah jambu yang licik dan kacang yang baik hati, dua tetangga dengan sifat berbeda. “Aku pikir lucu saja kalau buah-buahan bisa bicara,” ujarnya.


Sementara Pelangi Nusantara  menyinggung keberagaman adat dan budaya di Indonesia, dengan hutan Kalimantan sebagai latar. Karya-karya itu sederhana, tetapi menggambarkan imajinasi Ramona sekaligus kedekatannya dengan alam.


Sebagian proses menulis ia jalani secara otodidak. “Aku belajar dari YouTube, gimana cara bikin paragraf, pakai kapital, tanda titik, tanda koma. Semua belajar sendiri,” katanya. Bahkan, untuk ilustrasi, ia bereksperimen menggunakan aplikasi AI (Akal Imitasi) di ponselnya. “Aku bikin gambar sesuai cerita, jadi lebih hidup,” tambahnya.

 

Hutan sebagai Ruang Bermain dan Belajar

Hutan bagi Ramona bukan sekadar pemandangan di kejauhan. Sejak kecil ia tumbuh bersama alam. Saat musim kemarau, ia sering ikut keluarga masuk hutan untuk memancing ikan di beje, kolam kecil yang terbentuk dari aliran sungai, lalu memanggang hasil tangkapan di tepi hutan.


Namun, kenangan itu tak selalu manis. Ia masih ingat saat kelas 3 SD, terpeleset ke jurang kecil ketika berjalan di jalan setapak bersama dua temannya.


“Setiap mau naik, aku jatuh lagi. Temanku bilang, ayo cepat, kamu pasti bisa. Akhirnya aku bisa naik. Deg-degan banget,” kenangnya. Di bawah jurang ada aliran air. Untungnya ia bisa berenang walaupun seadanya. Meski menakutkan, pengalaman itu tak membuatnya menjauh dari hutan.


“Hutan itu rumah. Ada pepohonan, sungai, burung, hewan-hewan. Semua makhluk hidup ada di situ,” ujarnya mantap.


ree

Menulis untuk Lingkungan

Ketika ditanya mengapa penting menjaga lingkungan, Ramona menjawab lugas: “Yang kita jaga ini untuk kita juga. Kalau banyak sampah, pasti banyak penyakit.”


Baginya, anak-anak pun punya peran penting. Dengan tulisan, mereka bisa mengingatkan bahwa menjaga hutan bukan semata urusan orang dewasa. Pesan yang selalu ia sisipkan jelas, "Jagalah lingkunganmu, karena di situlah kamu bergantung." Kemenangan di lomba Akar dan Kata  meneguhkan keyakinannya. Menulis baginya bukan sekadar hobi, melainkan cara untuk bersuara.



Mimpi Menjadi Penulis dan Sejarawan

ree

Meski baru 15 tahun, Ramona sudah memikirkan masa depannya dengan serius. Ia bermimpi menjadi penulis sejati, menulis buku tentang alam yang sejak kecil begitu dekat dengannya. Ia juga ingin melanjutkan kuliah di jurusan sejarah, agar bisa menggali kisah-kisah yang mulai terlupakan.


Alasannya sederhana, tetapi sarat makna. “Kalau ditanya ke anak-anak muda, banyak yang tidak tahu asal-usul desanya sendiri. Padahal itu penting,” ujarnya.

 

Bagi Ramona, menulis sejarah dan menulis cerita lingkungan saling berkaitan. Keduanya adalah upaya menjaga ingatan tentang desa, tentang hutan, dan tentang hubungan manusia dengan alam. Menulis, bagi Ramona, adalah jembatan kecil yang ia bangun untuk masa depan. Tujuannya sederhana, tapi sarat makna.


Suara dari Tepian Sungai Barito

Lomba menulis Akar dan Kata  hanya berlangsung satu bulan, dengan pemenang diumumkan dalam suasana perayaan kemerdekaan. Namun jejaknya lebih panjang. Cerita-cerita dari peserta, termasuk Ramona, akan menjadi bagian dari kisah proyek REDD+ Gerbang Barito dan memperkuat rasa memiliki masyarakat terhadap upaya pelestarian hutan.


Bagi Ramona, menulis adalah cara sederhana untuk merekam pengalaman dan kedekatannya dengan alam. Ia remaja desa yang setiap hari menyeberangi sungai untuk sekolah, namun lewat tulisannya ia menemukan ruang untuk menyampaikan pandangan dan imajinasinya.


Lewat catatan kecilnya, Ramona berharap lingkungan dan hutan yang menjadi bagian dari hidupnya tidak hanya tersimpan di ingatan dan cerita, tetapi ia ingin hutan tetap hidup di dunia nyata

 


bottom of page